Anda Datang Kamipun Menjemput

Evolusi Tanaman Jagung

Rabu, 17 Februari 2010

Menurut ahli biologi evolusi, jagung yang ada sekarang telah mengalami evolusi dari tanaman serealia primitif, yang bijinya terbuka dan jumlahnya sedikit, menjadi tanaman yang produktif, biji banyak pada tongkol tertutup, mempunyai nilai jual yang tinggi, dan banyak ditanam sebagai bahan pangan. Nenek moyang tanaman jagung masih menjadi kontroversi, ada tiga teori yang mengatakan tanaman jagung berasal dari pod corn, kerabat liar jagung tripsacum dan teosinte. Mangelsdorf mengatakan pod corn sebagai nenek moyang tanaman jagung merupakan tanaman liar yang terdapat di dataran rendah Amerika Utara. Teosinte merupakan hasil persilangan antara jagung dan tripsacum. Namun teori ini juga hilang karena tidak didukung oleh data sitotaksonomi dan sitogenetik dari jagung dan teosinte. Menurut Weatherwax (1954, 1955) dan Mangelsdorf (1974), nenek moyang tanaman jagung berasal dari tanaman liar di dataran tinggi Meksiko atau Guatemala, namun teori ini juga tidak bertahan lama. Randolph (1959) mengemukakan bahwa nenek moyang tanaman jagung berasal dari kerabat liar tanaman jagung. Sebelum jagung primitif teosinte dan tripsacum ditemukan, tanaman liar jagung banyak digunakan dan dibudidayakan. Menurut Longley (1941), jagung merupakan mutasi dan seleksi secara alami dari teosinte. Biji teosinte terbungkus berbentuk buah yang keras. Komponen buah ini sama dengan buah jagung, tapi dalam perkembangannya terjadi evolusi, sehingga tidak terbungkus seperti teosinte, dan berubah menjadi tongkol.
Doebly dan Stec (1991,1993), Doebly et al. (1990), dan Dorweiler et al. (1993) melakukan penelitian dan menguraikan serta memetakan secara genetik dengan quantitative trait loci (QTL) tga1 (teosinte glume architecture 1), yang menunjukkan kunci perbedaan teosinte dan jagung. Apabila QTL dari jagung, tga1, ditransfer ke teosinte, intinya tidak berpegang erat dalam
cupule dan terpisah. Percobaan sebaliknya, tga1 teosinte ditransfer ke tanaman jagung, glume menjadi lebih indurate dan berkembang seperti karakter teosinte. Penemuan lokus tga1 merupakan salah satu bukti evolusi dari bentuk teosinte menjadi jagung. Hal itu juga menggambarkan terjadinya perubahan adaptasi baru, perkembangannya ditentukan oleh satu lokus dan proses perubahan itu merupakan bukti yang kuat (Orr and Coyne 1992). Iltis dan Doebley (1980) mengemukakan bahwa jagung dan teosinte adalah dua subspesies dari Zea mays, tetapi pandangan ini tidak diterima secara luas oleh pemulia jagung.
Beberapa ilmuwan tidak setuju dengan teori jagung berasal melalui proses evolusi dari teosinte dan lebih percaya teori jagung berasal dari kerabat liar jagung. Oleh karena itu, Wilkes (1979) serta Wilkes dan Goodman (1995) meringkas teori asal usul tanaman jagung menjadi empat aliran sebagai berikut:
a. Evolusi jagung liar teosinte langsung menjadi jagung modern melalui proses persilangan dan fiksasi genetik (genetic shift).
b .Jagung dan teosinte berasal dari nenek moyang yang sama, dan terpisah selama proses evolusi menjadi teosinte dan jagung.
c. Terjadi kemajuan genetik dari teosinte menjadi jagung.
d .Terjadi persilangan antara teosinte dengan rumput liar, keturunannya menjadi jagung.

Plasma nutfah teosinte telah masuk (introgressed) secara ekstensif ke dalam genome jagung selama masa evolusi beribu-ribu tahun, dan keturunannya menyebar di Meksiko. Dari bukti genetik yang ada disimpulkan bahwa nenek moyang tanaman jagung melibatkan teosinte yang telah mengalami mutasi beberapa loci utama. Perubahan telah terjadi, dari rumput menjadi tanaman produktif berbentuk tongkol berisi butiran yang dapat dimakan. Perubahan sejak awal abad XX dipercepat melalui proses seleksi oleh pemulia jagung, sehingga diperoleh bentuk tanaman jagung modern dan varietas unggul. Hingga sekarang tidak ada bukti yang nyata telah terjadi introgresi gen dari Maydeae ke jagung. Persilangan spesies Coix dengan jagung juga tidak berhasil. Transfer gen dari sorgum (famili Andropogoneae) melalui persilangan juga belum berhasil, yang berarti tidak ada hubungan genetik antara jali dan sorgum dengan tanaman jagung.
Teosinte dan jagung adalah individu yang secara genetik terpisah, gen untuk toleran cekaman abiotik dari teosinte dapat ditransfer ke jagung. Kromosom teosinte di tingkat genom berbeda dengan kromosom jagung. Gallinat (1988) percaya telah terjadi transformasi, dari teosinte menjadi jagung karena bantuan manusia, dan variabilitas genetik baru pada populasi teosinte masuk ke genom tanaman jagung. Penemuan tanaman liar perennial teosinte (Zea diploperennis) membuka berbagai kemungkinan hubungan teosinte dengan jagung.
Tripsacum termasuk kerabat liar jagung, bukan turunan persilangan dengan teosinte maupun jagung. Tripsacum merupakan satu-satunya genus yang telah disilangkan dengan jagung dan keturunannya dapat tumbuh sampai dewasa dan berbuah. Kemungkinan spesies ini diploid dengan 36 kromosom. De Wet dan Harlan (1974, 1978) dan Leblanc et al. (1995) melaporkan persilangan antara jagung dengan beberapa tetraploid spesies tripsacum. Kromosom tripsacum dapat diganti oleh kromosom jagung dan introgresi gen-gen antarjagung dan tripsacum telah terjadi sejak lama.
Dalam analisis genetika modern, genus tripsacum berkaitan dengan tanaman jagung, sehingga jagung merupakan spesies dari Tripsaceae.
Evolusi dan penyebaran tanaman jagung sangat ditentukan oleh manusia. Dalam periode antara 5.000 SM dan 1.000 M terjadi mutasi alami dan persilangan antara kelompok jagung, serta proses aklimatisasi dan seleksi spesifik oleh petani, terutama dari aspek ukuran, warna, dan karakteristik biji. Jagung berkembang dari tanaman yang kecil, tongkol terbuka, menjadi tanaman yang mempunyai banyak baris (multi rows), produksi tinggi dan kelobot tertutup, sehingga memerlukan bantuan manusia untuk memisahkan biji dari tongkolnya untuk tumbuh dan berkembang.
Pada sekitar tahun 1.000 M, tanaman jagung tradisional telah berkembang menjadi tanaman jagung modern. Umumnya pengembangan tanaman dilakukan dengan seleksi secara sederhana, dengan mempertahankan tongkol yang diinginkan dan benihnya ditanam pada musim berikutnya. Keragaman antartongkol dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga mengaburkan perbedaan genetik dalam hasil, tinggi tanaman, dan karakter kuantitatif lainnya, sehingga seleksi berdasarkan karakter ini belum mampu mempercepat peningkatan hasil biji.
Penelitian filogenetik menunjukkan bahwa jagung merupakan keturunan langsung dari teosinte (Zea mays ssp. Parviglumis). Seperti jagung, teosinte mempunyai 10 pasang kromosom, yang secara sitogenetik sama dengan jagung dan persilangannya menghasilkan keturunan yang fértil.

0 komentar:

Posting Komentar